Flora tidak pernah lupa membawa buku hariannya kemanapun dia pergi, meskipun hanya untuk ke warung membeli beberapa belanjaan ketika bunda menyuruhnya. Flora menulis semua yang dia suka, yang dia lihat dan yang dia rasakan di buku hariannya tanpa terkecuali. Meskipun teman – temannya mengatakan kalau menulis di buku harian jaman sekarang itu sudah kuno dan basi. Tapi bagi Flora, dia hanya bisa menyembunyikan semua rahasianya di buku hariannya. Karena menurutnya, jika ia menulis di komputer, ayah dan bunda bisa saja membacanya. Sejauh ini semua rahasia Flora tersimpan rapat dalam buku hariannya. Tidak banyak orang yang tahu apa yang sedang dirasakan dan dialami Flora, termasuk kedua orang tua dan sahabat dekatnya, Tania.
“Flo, kenapa sih kamu gak cerita aja ke aku atau ke orang tua kamu kalau kamu lagi punya masalah,
“Aku gak punya masalah koq, siapa bilang aku punya masalah?” jawab Flora cuek sambil tetap menulis.
“kalau gitu kenapa kamu gak pernah cerita apa-apa sama aku?”
“karena gak ada yang harus aku certain ke kamu.”
“lalu kenapa buku harian itu gak pernah sehari aja gak kamu isi?”
Flora berhenti menulis dan menatap Tania, “aku gak pernah absent menulis di buku harian ini karena aku suka nulis. Memangnya kamu terganggu ya, Tan?”
“ngga juga sih, aku hanya merasa ada yang kamu sembunyikan. Ya sudah ngga apa-apa.” Tania memperhatikan sahabatnya yang sudah kembali menulis, hanya karena melihat ada tambahan menu makanan di kantin sekolahnya. Tania tidak pernah mengerti dengan semua yang ada di diri Flora. Flora memang tidak pernah berubah, masih sama dan masih tetap Flora yang pertama kali di kenalnya. Flora yang kemana – mana selalu membawa buku harian dan mencatat semua hal yang dia lihat bahkan yang menurut Tania itu tidak terlalu penting. Flora tidak pernah sekalipun menceritakan tentang dirinya pada Tania. Selama ini Tania tidak pernah mempermasalahkannya, karena dibalik itu semua Flora adalah gadis yang sangat baik. Flora tidak pernah terlihat sedih atau menyebalkan, dia selalu menyenangkan. Tapi belakangan ini, Tania merasa ada yang disembunyikan sahabatnya itu. semakin hari Flora semakin terlihat kurus dan pucat. Tapi dia tidak pernah mengeluh sakit.
****
Hari ini Flora tidak masuk sekolah, tiba – tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Tania datang kerumahnya karena di telpon Tante Ana, bundanya Flora pagi – pagi tadi.
“Tante juga ngga tau Flora kenapa. Dia mengeluh sakit kepala dari semalam, tapi tadi pagi Tante dengar dia teriak kesakitan. Pas tante masuk ke kamarnya, Flora hanya meringis sambil memegang kepalanya.” Tania bisa lihat kekhawatiran yang sangat dalam dari mata Tante Ana. Sambil melihat kearah sahabatnya yang sekarang sedang tertidur pulas.
“Tante titip
“iya Tante, pulang sekolah nanti Tania kesini buat pinjemin catetan ke Flora. Aku permisi Tante.”
“terima kasih ya..”
Selama di sekolah, Tania hanya berdiam diri di dalam kelas. Tania sungguh tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada sahabat yang sangat disayanginya itu. rasanya ingin sekali dia membaca buku hariannya Flora. Tania menatap kelasnya, tiba – tiba ia teringat, di kelas ini pertama kalinya dia bertemu Flora. Hari itu adalah hari pertama Flora pindah ke sekolahnya. Selama ini, Tania tidak pernah memiliki teman yang mau mendengar ceritanya, karena Tania tidak pernah berhenti menceritakan pacar – pacar barunya. Sampai akhirnya Flora datang.
***
Tiga tahun yang lalu.
“anak – anak, kita mendapatkan teman baru. Dia pindahan dari
Hari itu, sekolah baru masuk satu minggu setelah mid test. Tania yang duduk di bangku belakang memperhatikan anak baru itu. gadis yang cantik, tinggi, putih, rambut hitam panjang yang tergerai dengan indah, matanya yang coklat membuatnya terlihat semakin manis.
“Nama saya Flora”
Flora duduk di bangku kosong disamping Tania. Gadis itu tidak banyak bicara, setiap kali pelajaran selesai, dia selalu mengeluarkan sebuah buku harian dan mulai menulis. Begitu terus sampai akhirnya Tania mencoba mengajaknya bicara.
“Hai, kita udah seminggu lho duduk satu meja.” Tania memulai pembicaraan ketika jam istirahat berlangsung dan Flora sudah mulai menulis di buku hariannya. Flora berhenti menulis dan tersenyum melihat Tania.
“hai juga.. iya aku tau, akhirnya kamu mau mengajakku bicara juga. Aku kira ngga ada yang mau berteman denganku disini.” Flora menjawab dengan senyum sumringah. Dan sejak itu persahabatan mereka di mulai. Flora yang tidak banyak bicara terlihat lebih hidup dan ceria karena Tania selalu menceritakan apa saja yang diketahuinya. Dan Flora tidak pernah bosan mendengarkan bahkan memberi masukan ketika Tania minta. Dan meskipun Flora tidak pernah menceritakan apapun ke Tania. Tania tidak pernah protes. Bahkan Tania rela menunggu Flora selesai menulis, baru pergi ke kantin, meskipun di kantin nanti Flora akan menulis lagi jika melihat sesuatu.
***
Tania menghela napas panjang. Dia baru menyadari, sikap diam Flora membuatnya tidak mengenal siapa sebenarnya gadis itu. Tania menepati janjinya pada Tante Ana untuk datang ke rumah Flora sepulang sekolah. Rumah Flora terlihat ramai, banyak mobil terparkir di halaman rumahnya, Tania masuk dan melihat Tante Ana menangis.
“Tante, ada apa? Tante kenapa? Flora mana?” tanya Tania perlahan. Tapi bukannya menjawab, tangis Tante Ana malah semakin keras. Sambil memeluk Tania, dengan terisak Tante Ana berbisik.
“Flora meninggal, sayang..”
Tania kaget dan langsung menuju kamar Flora untuk melihat sahabatnya. Flora tetap terlihat cantik, walaupun tubuhnya sudah semakin kurus. Flora terbaring di tempat tidurnya dengan wajah tersenyum dan mata yang tertutup rapat. Tania menghampirinya, dia melihat sahabatnya yang tidak pernah ia tahu, siapa sebenarnya gadis ini dan apa yang sebenarnya dia rasakan selama ini. Tante Ana menghampirinya.
“Tadi siang, Flora bangun.. Dia terlihat sangat sehat, bahkan dia masih mau makan. Tante yang suapini dia makan tadi siang.” Tante Ana terdiam dan menahan tangisnya.
“Tante tanya apa yang dia rasakan? Flora hanya bilang, dia baik – baik saja. Bahkan dia sempat minta Tante membuatkan puding coklat kesukaannya. Dia juga tidak berhenti cerita tentang kamu, Flora terus cerita tentang sekolahnya juga. Dia tidak berhenti bicara sampai akhirnya dia bilang ingin tidur lagi.” Lanjut Tante Ana.
Tania menatap Tante Ana dengan tatapan tidak percaya, Flora bicara banyak? Selama ini Tania tidak pernah mendengar Flora bicara lebih dari sekedar menyanyakan tugas sekolah, mau makan apa saat istirahat siang dan hal – hal sederhana lain. Flora tidak pernah banyak bicara.
“ketika Tante mau membangunkannya saat kamu sms Tante bilang mau datang, Tania sudah tidak bernafas. Tante langsung menghubungi dokter dan dokter mengatakan Flora sudah meninggal.” Tante Ana menarik nafas panjang dan melanjutkan.
“Tante menemukan ini di balik bantalnya.” Tante Ana memberikan buku harian yang selama ini selalu dibawa Flora dan memberikannya ke Tania.
***
Sudah satu tahun sejak kematian Flora, tapi Tania tidak pernah sekalipun absent untuk mengunjungi makam sahabatnya tiap hari selasa.
“Aku mulai mengerti apa yang kamu rasakan selama ini, Flora. Kalau aja kamu bilang, aku pasti tidak akan sekaget ini kehilangan kamu. Sebelum bertemu kamu, aku juga ngga punya teman, bukan karena aku sakit. Tapi karena mereka menganggapku menjijikan. Cuma kamu yang mau menerima aku apa adanya. Bahkan kamu ngga pernah memalingkan wajahmu ketika aku berbicara. Kita semua punya kekurangan Flora dan kamu membuat hidupku jauh lebih baik.”
Tania pergi meninggalkan makam Flora. ketika sampai di parkiran, ia masuk ke dalam mobil dan duduk terdiam lebih lama. Ia mengambil cermin dari dalam tasnya dan melihat wajahnya. Tania memandangi wajahnya yang rusak akibat luka bakar yang dialaminya sembilan tahun yang lalu di rumah lamanya. Tania tersenyum dan mengembalikan cerminnya ke dalam tas.
***
Satu tahun yang lalu, ketika pulang dari pemakaman Flora, Tania membuka buku harian yang diberikan Tante Ana padanya. Tania mulai membacanya dan meneteskan air mata. Flora di vonis menderita kanker sejak umurnya 15 tahun. Semua orang menyayanginya, tapi ketika dia mulai masuk SMP, tidak ada satu orangpun yang ingin berteman dengannya dengan alasan ‘Flora merepotkan’. Tidak ada yang ingin berteman dengan orang sakit, apalagi Flora tidak boleh terlalu lelah, jadi dia tidak pernah bisa ikut teman – temannya piknik atau studi tour yang diadakan oleh sekolah. Flora sempat memiliki pacar ketika dia duduk di kelas tiga SMP, tapi laki – laki yang tadinya ia kira bisa menjaga dan menerima keadaannya justru malah meninggalkannya ketika Flora megatakan bahwa dirinya hamil. Hingga akhirya Flora harus menggugurkan kandungannya sebelum kedua orang tuanya mengetahuinya. Sejak itu, dia menutup diri dan tidak pernah bicara dengan siapapun hingga bertemu dengan Tania. Di akhir halaman, dia menemukan sebuah
“Tania, Maaf kalau selama ini aku tidak pernah jujur sama kamu. Maaf kalau aku selalu membuat kamu marah karena selalu terlambat datang ke sekolah. Maaf kalau aku terlalu ceroboh. Maaf kalau aku membuatmu bosan menungguku selesai menulis dan akhirnya kita jadi sering lupa memesan makan siang. maaf kalau aku lambat mengerjakan sesuatu. Terima kasih karena kamu mau menjadi satu-satunya orang yang mengerti aku. Terima kasih karena kamu membuatku dapat merasakan rasanya memiliki seorang sahabat. Terima kasih untuk terapi berjalan yang sering kita lakukan ketika kamu menangis karena tidak ada yang mau jadi pacar kamu. Terima kasih untuk semangat yang kamu berikan.
Tania, kalau saja orang lain mau melihat lebih dalam dan lebih dekat dengan kamu. Kamu itu sebenarnya lebih cantik dari setiap wanita yang pernah aku lihat, bukan karena wajahmu. Tapi karena kecantikan hatimu dan ketulusan yang kamu miliki selama ini. aku melihatnya, aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Ketika semua orang tidak bisa menerima keadaan kita yang sesungguhnya. Kamu sangat percaya diri dan itu membuatku iri. Maafkan aku karena membuat kamu masuk ke kehidupanku selama ini. persahabatan kita membuatku siap menghadapi panggilan-Nya kapanpun Dia inginkan”
Flora





