Senyum, Maaf dan Terima Kasih



Hari ini cuaca emang lagi panas banget. Gue aja bahkan keringetan melulu sampai ac di dalam busway aja ga berasa, padahal buswaynya sepi. Kalo lagi panas begini, orang-orang memang jadi gampang kesundut emosinya. Kesenggol sedikit aja marah. Kalau dibilang, orang Jakarta itu gampang banget naik emosinya, gue sedikit setuju sih.. mungkin juga itu disebabkan karena aktifitas yang banyak bgt, udara yang ga nyaman karena tau sendiri kan jalanan jakarta kayak gimana? Macet, polusi, debu. Bikin pikiran yang udah menumpuk sama pekerjaan jadi tambah bikin mumet.

Sebenarnya, hal-hal yang membuat pada akhirnya banyak orang yang berantem atau ribut-ribut ga penting dijalanan itu, karena hal-hal sepele dan kebiasaan lama yang sekarang udah hampir punah. Yaitu, kebiasaan untuk mengucapkan maaf dan terima kasih serta senyum. Yang entah kenapa sepertinya udah ga dimiliki lagi sama mayoritas penduduk Jakarta. gue bisa bilang seperti ini, karena itulah yang terlihat sehari-hari. 

Hampir di setiap tempat yang menyediakan pelayanan untuk umum. Selalu ada tulisan salam, senyum dan sapa dari penyedia jasa untuk masyarakat yang menggunakan jasa mereka. Tapi pada kenyataannya gue jarang banget melihat senyum dari orang-orang yang melayani gue di tempat umum. Gue ga tau apa cuma gue atau memang banyak orang yang juga mengalami hal yang sama? Di pom bensin misalnya, jika gue bilang ‘beli 2 liter mba/mas’ sambil senyum, jaraaang banget gue dapat senyum balik dari mereka padahal disana tertulis,  ‘terapkan salam, senyum dan sapa’ selain di pom bensin,  petugas parkir juga sama, banyak loh tempat parkir yang menempel stiker bertuliskan ‘gratis jika dilayani tanpa senyum’ tapi tetap aja, penjaga karcis parkirnya mahal banget ngasih senyum, padahal senyum itu kan ga bayar yah?

Bukan cuma kebiasaan senyum aja yang hilang, tapi juga kebiasaan untuk mengucapkan maaf dan terima kasih. Coba deh ngaku, pernah ga pas pulang kerja atau kuliah atau habis melakukan kegiatan apa aja, trus ada orang yang ga sengaja nyenggol kamu atau menginjak kaki kamu? Kalau kejadiannya seperti itu, kamu akan menunggu mereka yang minta maaf atau kamu akan mengucapkan maaf lebih dulu? Sebagian orang, gue sendiri pernah sih. Ketika mengalami itu lebih pilih buat nunggu orang yang menyenggol kita atau ga sengaja menginjak kaki kita untuk minta maaf lebih dulu. Alasannya? Ya pastinya karena merasa dia yang melakukan kesalahan lebih dulu, kan gue yang kesenggol, gue yang kakinya ke injek. Iya ga sih? Sebenarnya, kalau mau diteliti lebih baik lagi, mungkin aja kita yang berdirinya sembarangan yang akhirnya membuat orang lain susah lewat, akhirnya dia ga sengaja deh nyenggol kita atau menginjak kaki kita. Jadi ga ada salahnya mengucapkan kata maaf lebih dulu bukan? Dari pada harus pasang muka galak nan judes. Bikin cepet keriput tau. Hhihi.. Membahas kata maaf, barusan banget gue baca satu berita tentang kasusnya eza gionino dan ardina rasti. Judul beritanya : ‘Eza Gionino lebih pilih masuk penjara daripada harus minta maaf’. Gue bacanya aja sampe ngeri. Apa sih yang sebenarnya membuat orang-orang sulit mengucapkan kata maaf? Ego? Merasa ga salah? Diluar apakah berita tentang penganiayaan tu benar atau ngga. Bagi gue, ini lebih menakutkan dibandingkan harus nonton film hantu. Sebegitu sulitnya seseorang mengucapkan kata maaf. Bukankah akan lebih mulia seseorang yang mau mengucapkan kata maaf lebih dulu, meskipun dia sebenarnya ga salah? Seorang teman dulu pernah ada yang sampai bilang seperti ini ke gue saat dia lagi berantem sama temennya. “gue ga salah kan ya da? Pokoknya gue ga bakalan mau minta maaf, gue ga salah koq” dan gue Cuma bisa bilang wow.. segitunya yah.. padahal Allah aja maha pemaaf bahkan kepada umatnya yang melakukan kesalahan besar sekalipun, kenapa kita ga bisa? Hmmm… entahlaah..

Kalau mengucapkan maaf dan memberi senyum aja sulit, mungkin itu karena lagi cape aja kali ya, jadi ga ada semangatnya buat senyum dan jadi cepat emosi. Berarti seharusnya mengucapkan terima kasih ga susah dong, apalagi kalau kita selesai mendapatkan pertolongan dari orang lain. Tapi kenyataannya, masih banyak orang yang ternyata juga ga gampang tuh memberi ucapan terima kasih. Temennya pacar gue, sepertinya termasuk salah satu orang yang susah banget mengucapkan terima kasih. Pasalnya, gue pernah pergi menemani pacar gue dan temannya itu untuk nonton bareng pertandingan Manchester United dan Liverpool di Summarecon Serpong. Satu mobil itu memang ga ada yang tau jalan, otomatis kita sering berhenti buat nanya jalan sama orang yang kita temuin di jalan. Dan setiap kali selesai bertanya, temennya pacar ga pernah menngucapkan terima kasih, saat gue tegor dia justru bilang, “itu kalau yang nanya cewe, kalau cowok sih cukup bilang’yo’”. Gue ga tau, kalau sebagian orang sudah mmenggantikan kata terima kasih dengan ‘yo’. Padahal efek dari dua kalimat itu berbeda banget. Kalau kita mengucapkan terima kasih, orang yang kita mintai bantuannya akan merasa bahwa kita menghargai bantuannya. Tapi kalau kita Cuma bilang ‘yo’ gue ga tau apa yang mereka pikirkan setelah bantu kita. Itu contoh simple aja sih, tapi memang gue akui kalau efek dari kata terima kasih itu, sebenarnya sangat besar loh. Waktu SMA, karena tinggal jauh dari orang tua, gue sering dapat uang jajan tambahan dari kakaknya papah. Biasanya dia kasih uang jajan tambahan itu langsung ke gue, ga pernah dititipin ke sepupu gue. Tapi beberapa bulan belakangan, dia menitipkan uang jajan itu ke sepupu gue, awalnya ga ada masalah karena setiap habis terima uangnya gue akan telfon atau sms dia untuk make sure kalau uang nya sudah sampai dan mengucapkan terima kasih. Sampai pada suatu hari, hp gue ga ada pulsa, jadinya saat gue terima uangnya gue ga langsung menghubungi dia dan belum mengucapkan terima kasih. Efeknya? Bulan berikutnya gue ga dapet lagi tuh uang jajan tambahannya, dia bilang ke gue, karena gue ga mengucapkan terima kasih ke dia. Dan dia merasa gue ga menghargai pemberiannya. Sepele ya? Tapi efeknya lumayan banget yaa… ilang deh uang jajan tambahan.. :(
 
Bagi gue sangat menakutkan kalau semua orang sudah mulai sulit melakukan tiga hal itu. padahal mereka ga perlu bayar untuk sekedar mengucapkan maaf, terima kasih dan member senyum. Percaya deh, kalau kamu melakukan sebuah kesalahan, lalu langsung bilang maaf, orang yang tadinya mungkin mau marah pasti ga jadi marah, kalaupun pada akhirnya dia masih kesal, dia pasti akan bicara baik-baik ke kamu bukan dengan emosi. Dan percayalah, bahwa setiap orang akan sangat senang jika bantuannya dihargai sama kamu walaupun hanya dengan terima kasih. Dia pasti akan dengan senang hati menolong lagi suatu saat jika kamu membutuhkan pertolongan. Dan senyum itu ga mahal kok, coba diinget-inget waktu pertama kali ketemu sama pasangan kamu pasti senyum, coba deh tanya sama pasangan apa sih yang bikin pertama kali dia tertarik sama kamu? Pasti karena kamu terlihat cantik, terlihat ganteng, terlihat ramah dan itu pasti karena senyum kamu. Senyum itu bisa membuat perasaan orang lain bahagia loh. Jadi, ayo kita lestarikan lagi budaya senyum, maaf dan terima kasih yang dimiliki orang Indonesia. :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menentukan Mimpi



Sudah terlalu banyak motivator yang mengatakan, kalau mau sukses kita harus memiliki mimpi dan tujuan yang ingin diraih dan mencari cara untuk dapat berjalan ke arah sana. Saya percaya bahwa semua orang itu pasti punya mimpi dan tujuan hidupnya masing-masing. Sebagian orang menyebutnya dengan cita-cita. Yang membedakan mereka adalah ada yang sudah meyakini mimpinya dan ada yang belum dapat meyakini.
Saat baru masuk kuliah, seorang teman pernah bilang, “ya kalo lo udah jelas pengen jadi apa nantinya setelah lulus, makanya gampang banget nentuin jurusannya. Kalo gue, belum tau mau kemana”  padahal saya tau kalau dia jago banget bikin cerpen dan memang ingin jadi penulis. Dia tau mimpinya, hanya saja mungkin saat itu, dia belum bisa meyakini mimpinya sendiri.
Saya ingat pertama kalinya saya menentukan mimpi saya. Seperti anak kecil pada umumnya, saat di sekolah dasar setiap kali ada orang yang tanya, “apa sih cita-cita kamu?” saya selalu menjawab ingin jadi guru atau dokter. Cita-cita yang umum diucapkan sama anak-anak seusia saya saat itu. sampai pada suatu hari, saat sedang menonton sebuah berita di televisi, mama menunjuk news anchor yang membawakan beritanya dan mengatakan pada saya, “kalau udah besar, jadi kayak gitu aja de. Bawain berita di TV. Dulu papanya mama pernah pengen mama jadi kayak gitu, tapi ga kesampaian” dan entah kenapa pikiran anak-anak saya langsung mengatakan, saya yang akan mewujudkan mimpi kakek. Kalau beliau ga berhasil membuat mama menjadi news anchor, maka saya yang akan menjadi. Dan sejak hari itu, saya meyakini bahwa itulah mimpi saya. 

Banyak orang mengatakan, jika menginginkan sesuatu maka bayangkanlah setiap hari jika itu sudah menjadi milik kamu. Seperti apa rasanya, bagaimana keadaannya dan saya sering sekali membayangkan bagaimana rasanya jika saya sudah menjadi seorang news anchor. Setiap kali melihat anchor membawakan berita di televisi, saya membayangkan bahwa itu adalah saya. Saya yang duduk disana membacakan berita setiap harinya dan ditonton oleh seluruh orang di Indonesia. Dan rasanya itu luar biasa, karna semakin saya membayangkannya, semangat saya untuk mencapainya semakin tinggi setiap harinya. 

Saya tidak ingin menceritakan kisah sukses saya, karena sampai hari ini saya belum menjadi news anchor. Saya juga tidak ingin menceritakan kisah pahitnya kegagalan-kegagalan saya, karena saya masih dalam perjalanan menuju mimpi dan saya yakini bahwa saya belum gagal. Saya hanya ingin membagi mimpi. Menceritakannya pada banyak orang, menurut saya menyenangkan. Saya pernah bekerja untuk seorang penulis dan coach tentang kepemimpinan.Urgyen Rinchen Sim namanya. Beliau banyak mengajarkan saya untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan mengajarkan saya untuk dapat fokus pada sesuatu yang saya inginkan. beliau pernah bilang, untuk jadi seorang pemimpin yang baik, harus diawali dengan memimpin diri sendiri dulu, karena orang yang paling susah dipimpin sebenarnya adalah diri kita sendiri. Sama seperti banyak motivator yang mengatakan, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Memang sangat tidak mudah membuat semangat yang kita punya tetap stabil, sama dengan tidak mudahnya membuat kita tetap fokus pada tujuan kita. Terkadang dalam perjalanannya banyak hal yang membuat diri kita jadi goyah, membuat semangat kita jadi menurun dan tanpa sadar kita berbelok ke arah yang lain dan membuat jalan kita menuju mimpi semakin jauh. Walaupun memang dalam kenyataannya, untuk dapat menuju mimpi perjalanannya ga akan selalu lurus. Itulah sebabnya kita harus bisa mengatasi diri sendiri, memimpin diri sendiri dan menjadikan diri sendiri sahabat atau bahkan pacar yang terbaik. 

Saya ga ingat siapa yang pernah mengatakan ini, “yang membedakan orang sukses dan orang gagal adalah mimpi. Orang sukses punya mimpi yang besar dan tujuan dalam hidupnya, orang gagal tidak tahu apa mimpinya dan tujuannya dalam hidup”. Tapi kalimat itu selalu sukses membuat saya terus meyakini mimpi saya untuk jadi nyata. Jadi bermimpilah setinggi-tingginya dan mulai mencari jalan untuk mencapainya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS